PERJUANGAN PEMUDA INDONESIA: Dari Legitimasi hingga Delegitimasi

img-20161222-wa0000SANGAJI FURQAN JURDI

Direktur Eksekutif
Civil Institute

Kalau dilihat dari perspektif historis perjuangan pemuda Indonesia merupakan pergerakan yang mempelopori perjuangan nasional dalam menantang setiap penindasan dan pemerkosaan hak asasi manusia yang dilakukan oleh manusia atas manusia, yang terkenal juga sebagai pergerakan yang setia memeluk cita-cita demokrasi.

Dan memang kalau dilihat dari sudut kekuatan entitas maka pemuda merupakan kekuatan yang paling besar yang mendominasi kewarganegaraan dalam Negara Republik Indonesia, dan pemuda merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam simpul-simpul perjuangannya. Mereka terkonsolidasikan dalam satu cita perjuangan yaitu membangun bangsa dan Negara yang adil dan sejahtera menuju Indonesia yang berkemajuan.
Perjuangan kaum muda adalah bentuk reaksi ilmiah atas segala tindakan-tindakan “perampasan” yang dilakukan oleh kekuasaan terhadap kehidupan masyarakat. Bias dalam bentuk kejahatan atau kezaliman penguasa, kewenang-wenangan sebuah rezim dan tindakan menyimpang dari rezim tersebut, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang mengurat akar menjadi malapetaka bagi sebuah bangsa.

Maka gerakan kaum muda harus termanifestasi dalam kata-kata “dari rakyat, bersama rakyat dan untuk rakyat”, sehingga orientasi perjuangannya tergambar dalam satu cita-cita yang konkrit dan bisa dilaksanakan dalam sebuah gerakan kaum muda Indonesia.

Kalau kita melihat pergerakan pemuda sejak pertama menjelang kemerdekaan orientasinya pada kondisi kolonialisme dan membebaskan rakyat dari koloniasme itu. Sehingga ketika tujuan itu memiliki gambaran, kaum muda cepat-cepat mengambil langkah untuk mewujudkan satu kemerdekaan nasional, bersama dengan seluruh elemen masyarakat yang ada pada waktu itu.

Begitu juga perjuangan pemuda semenjak Indonesia baru merdeka, yang penuh pergolakan pada waktu itu. Dan perjuangan itu terus berkobar hingga sampai pada runtuhnya kekuasaan orde baru yang telah lama berkuasa. Memang menjadi keharusan bagi pemuda untuk senantiasa berada dalam garis perjuangan dalam mempertahankan semangat nasionalisme untuk mewujudkan Indonesia yang bermartabat.

Penjajahan tidak berakhir dengan pembacaan naskah proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945, kemerdekaan itu adalah kemandirian bangsa menuju pada kemakmuran nasional dan kemajuan kehidupan bangsa. Oleh sebab itu yang perlu dipahami bahwa “hantu” kolonialisme belumlah lenyap dalam republic ini, hantu kolonialisme tengah menggeladui kehidupan bangsa dan melucuti kekayaan bangsa kita sampai hari ini. Dan generasi muda memiliki kewajiban yang mesti harus ditunaikan, yaitu mewujudkan Indonesia yang mandiri dan berkemajuan menuju Indonesia Negara yang adil dan makmur. Pemuda harus mengetahui cara dan jiwa koloniasme yang tengah menggerogoti bangsa ini. Oleh sebab itu yang perlu pemuda ketahui bahwa rakyat Indonesia belum sepenuhnya merasakan “manisnya buah kemerdekaan” sepenuhnya, rakyat masih “menagih janji” dan “menuntut bukti”.

Sudah satu abad lebih semenjak Budi Utomo (ditulis: Boedi Oetomo) berdiri dan Hampir mencapai satu abad semenjak hari sumpah pemuda tanggal 28 Oktober1928, pemuda telah berjuang dalam hiru-biru pergolakan social yang terjadi dalam tubuh Negara Republik Indonesia. Walaupun sebelum itu perjuangan pemuda sudah memberikan angin segar namun mulai menancapkan kukunya secara tajam sekitar tahun 1928. Waktu dari tahun 1928 sampai sekarang terasa menjadi angka yang kecil kalau dibandingkan dengan perjuangan pemuda yang cukup besar sepanjang sejarahnya, yang telah mengorbankan berpuluh-puluh ribu bahkan berjuta-juta jiwa pemuda, mulai dari memperjuangkan kemerdekaan hingga mempertahankan kemerdekaan itu. Namun pemuda Indonesia meyakini bahwa “patah satu tumbuh berganti, yang satu patah, tunaspun tumbuh bermekaran”.

Memang sungguh besar pengorbanan pemuda yang diminta oleh Negara, dan lebih membanggakan pemuda Indonesia siap mempersembahkan seluruh jiwa dan raganya untuk bangsa dan Negara, karena mereka tahu bahwa hanya kemerdekaan yang bulat penuh akan kekal abadi kejayaan bangsa, kemakmuran rakyat, serta mewujudkan perdamaian dunia.

Lalu Bagaimana dengan Pemuda Sekarang?

Cerita di atas hanyalah romantisme masa lalu, kebanggaan yang hampir saja punah oleh biusan manisnya konsumerisme globalisasi yang melukai tenggorokan generasi muda. Gaya hedonism, gaya borjuisme dan kefoya-foyaan pemuda masa kini telah mengotori semangat suci dari masa lalu itu. Coba lihat, ketika “pemuda” atau “mahasiswa” melakukan demontrasi, yang melawan adalah rakyat yang katanya mau diperjuangkan, malah rakyat yang “berontak melawan” perjuangan mahasiswa itu. Hal tersebut bisa dilihat dari berbagai kejadian demonstrasi yang ditentang oleh rakyat dengan cara melempari mahasiswa maupun “omelan-omelan” yang menyudutkan mahasiswa (mungkin mahasiswa atau pemuda mengatakan propaganda pihak yang tak bertanggungjawab), namun disitulah metode perjuangan di uji ketangkasannya. Yaitu perjuangan yang mampu memberikan kepercayaan kepada masyarakat, sehingga setiap anggapan yang menyudutkan, baik berbentuk propaganda ataupun berbagai-macam usaha untuk menyudutkan perjuangan pemuda dan mahasiswa bias terbantahkan dengan sendirinya.

Apa penyebabnya, apakah sebegitu bejatnya mahasiswa sehingga yang ingin diperjuangkan melawan terhadap mereka yang berjuang? Mungkin pertanyaan tersebut perlu kita jawab dengan hati terbuka dan kepala yang dingin.

Semenjak berakhirnya 1998 dengan runtuhnya kekuasaan orde baru, maka kondisi gerakan mahasiswa mengalami suatu penurunan legitimasi, yang bahkan legitimasi dari rakyat yang katanya diperjuangkan itu tidak didapat samasekali. Ini merupakan drama yang paling manyakitkan sekaligus memalukan bagi pemuda masa kini.
Apakah sebenarnya yang terjadi? Yang terjadi adalah krisis kepercayaan akibat pergeseran nilai perjuangan. Dimana pemuda atau mahasiswa sekarang telah “menggadaikan idealism”-nya bahkan lebih dari itu “idealime” telah “dipasar loakkan” secara murah-meriah. Ini tidak terlepas dari hegemoni budaya hedonism yang dikonsumsi secara “tidak waras” oleh sebagian pemuda dan mahasiswa.

Munculnya “demo bayaran” yang menjadi fenomena yang memalukan dan menjadikan mahasiswa berada dalam harga penawaran terendah. Ini merusak semangat perjuangan awal yang kita banggakan, dan bahkan merusak doktrin perjuangan awal yang telah diletakkan oleh para pendahulu-pendahulu kita. Sehingga akhirnya yang tertanam dalam benak rakyat bahwa apabila pemuda melakukan demontrasi ataupun berbagai macam model perjuangannya yang terpikirkan oleh rakyat bahwa itu untuk mengais rezeki “mengatasnamakan rakyat” dan “melacurkan diri” untuk kepentingan pribadi.

Selain itu, gaya yang ditampilkan mahasiswa adalah gaya yang “menjengkelkan”. Seperti tawuran antara sesame mahasiswa dan berbagai macamnya tindakan yang tidak memberikan simpati sedikitpun terhadap masyarakat. Maka dengan hal semacam itu kepercayaan public merosot tajam terhadap mahasiswa dan pemuda sekarang ini. Ini akan menjadi persoalan yang harus kita pikirkan secara bersama.

Lalu bagaimana kita merumuskan solusi konkrit untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perjuangan pemuda? Ini harus kita jawab dengan sebuah konsepsi yang utuh dan perjuangan yang pasti.

Diterbitkan oleh Pemuda Madani

Corong Pemuda Madani: Literasi Narasi Revolusi

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai