
Oleh Sangaji Furqan Jurdi
Demikian halnya dengan shalat, puasa, zakat dan haji, merupakan tindak lanjut dari lailaha Illallah, wa Anna Muhammadar Rasulullah. Hal ini juga harus di laksanakan dalam interaksi sosial, baik itu yang berbentuk haram, halal, dan semua yang berhubungan dalam kehidupan sosial harus mencerminkan nilai dan tuntutan dari Islam, yang semua bertujuan semata hanya ibadah kepada Allah. Dan semua referensi yang menjadi pijakan atau acuan dalam pelaksanaanya itu harus berdasarkan pada apa yang telah di sampaikan oleh Rasulullah Saw, dari Tuhannya, kepada umat manusia. Inilah masyarakat muslim yang sesungguhnya—yaitu yang mencerminkan semua prinsip atas dasar nilai-nilai dan ajaran-ajaran yang telah Allah sampaikan kepada RasulNya, Muhammad Saw.
La ilaha illallah wa anna Muhammadar Rasulullah merupakan fundamen bagi manhaj integral yang melandasi kehidupan umat Islam dalam segala bidangnnya. Sebab kehidupan umat Islam tidak akan kokoh sebelum fundamen ini di tegakkan terlebih dahulu. Karena kalimat syahadat ini kata Al-Maududi (Abul A’la Al-Maududi, Dasar-Dasar Islam, hal 30) adalah satu revolusi besar bagi setiap diri yang mengucapkannya. Ketika seorang yang mengucapkannya, dari yang sebelumnya ia kafir kemudian menjadi muslim, dari seorang yang di benci oleh Allah, menjadi orang yang di cintai oleh Allah dari orang yang hina menjadi orang yang terhormat, singkatnya mengucapkan kalimat ini seorang akan mendapatkan revolusi besar bagi dirinya.
Kalimat ini juga yang akan mengubah status sosial seseorang, dari seorang keluarga kafir menjadi beriman, bahkan dengan kalimat ini seorang ayah tidak punya lagi hubungan yang bersifat mengikat dalam hal akidah. Kalau seorang anak mengucapkan kalimat ini maka ia tidak berhak lagi untuk mewarisi harta orang tuannya. Semua akan terputus hubungannnya dengan kelurgannya. Ini merupakan sebuah fenomena kalimat syahadat, ia dapat mempertalikan hubungan antara seorang dengan orang yang lain yang sebelumnya tidak saling mengenal dan memutuskan hubungan antara seorang dengan sanak keluargannya.
Kalimat inilah yang di tegakkan Nabi Muhammad Saw selama hidupnya. Kalimat inilah yang telah menyihir padang pasir gersang menjadi barak militer yang tangguh dan kokoh, kalimat inilah yang telah mempersatukan Muhajirin dan Anshar, Kalimat inilah yang telah merevolusi seluruh adat kebiasaan jahiliyah di Tanah Jazirah Arab. Kalimat ini pula yang telah membuat Muhammad Saw, tersiksa selama tiga belas tahun periode Mekkah, dimana ayat-ayat yang sangat keras seperti ledakan vulkanik di turunkan untuk menyapa hati-hati yang lagi dahaga akan kebaikan dan kebenaran, kalimat inilah yang telah membuat suku-suku di Mekkah menyiksa anggota sukunya, membuat ibu menelantarkan anaknya, membuat bapak membenci anaknya. Singkatnya kalimat ini telah menjadi tugas berat yang harus Muhammad Saw sampaikan di seluruh umat manusia.
Selama tiga belas tahun periode Mekkah, dengan sentuhan al-Qur’an yang sangat keras lagi mengguncangkan hati, Muhammad Saw terus berjuang dalam tekanan-tekanan yang sangat dahsyat dari penduduk Mekkah. Muhammad Saw mendakwakan Islam dengan dasar kalimat yang mengesakan Allah secara rububiyah dan uluhiyah ini, yakni mengenalkan kepada manusia bahwa Allah sebagai pencipta segala alam semesta ini, sebagai penguasa alam semesta ini, dan pemilik segala sesuatu yang ada pada alam semesta ini. Muhammad mengingatkan manusia akan Tuhan mereka Yang Maha Esa, Tuhan mereka yang Haq, dan menjadikan mereka menghamba padanya dengan menafikkan penghambaan kepada makluk yang lain selain dari padaNya.
Inilah jalan yang pasti dilalui dakwah kepada Allah sepanjang sejarah manusia. Dakwah ini berusaha keras mewujudkan Islam (ketundukan), yakni ketundukan manusia kepada Tuhan manusia, dan membebaskan mereka dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan kepada Allah semata. Ini dilakukan dengan cara membebaskan manusia dari kekuasaan manusia, baik kedaulatan mereka, hukum-hukum mereka, nilai-nilai mereka, ataupun tradisi mereka. Semuanya harus dibebaskan menuju hanya satu kekuasaan, satu kedaulatan, dan satu hukum, yaitu Allah dalam semua dimensi kehidupan. Untuk inilah Islam di bawa oleh Muhammad Saw sebagaimana para Rasul sebelumnya. Islam datang untuk mengembalikan manusia—juga alam semesta yang melingkupi manusia—kepada kedaulatan Allah, begitulah yang diungkapan oleh Sayyid Quthb dalam Bukunya Ma’alim fi Ath-Tariq.
Semua orang yang bersaksi “bahwa tiada Tuhan selain Allah” dan “Muhammad utusan Allah”, harus menegakkan satu prinsip ketauhidan ini dengan sungguh-sungguh, membebaskan manusia dari kungkungan masyarakat jahiliyah yang sangat hegemonic. Masyarakat jahiliyah kini berkembang dalam ratusan bahkan ribuan konsepsi, memainkan peranannya dalam melawan kalimat ini, mereka dalam jumlah yang sangat banyak, akan tetapi sejarah perjuangan Islam dengan dasar Syahadat ini, telah mengalahkan jumlah secara kuantitas raksasa yang menakutkan dengan kalimat ini.
Kualitas kalimat ini sebagaimana yang saya katakan tadi, sebagai sebuah kekuatan yang telah mampu melakukan revolusi yang totalitas terhadap pribadi, membuat jumlah yang besar tadi mengalami kekerdilan. Jiwa para pengemban kalimat ini adalah jiwa-jiwa merdeka yang sangat prinsipil, jiwa yang hanya tunduk pada kekuasaan absolut, dan jiwa yang memiliki kesadaran yang hakiki.
Ketika Nabi Muhammad menyampaikan kalimat tauhid ini, orang Arab sangat paham dan mengerti akan kata-kata ini, karena di turunkan dalam bahasa mereka—makna la ilaha illallah (tiada sesembahan selain Allah) adalah sesuatu kekuasaan tertinggi, yang akan menyampingkan kekuasaan yang selama ini mereka agungkan, yakni kekuasaan di tangan para dukun, kepala-kepala suku, para pemimpin dan para penguasa lalu mengembalikan semua kekuasaan itu hanya kepada Allah.
Kekuasaan Allah meliputi sanubari, perasaan, realitas kehidupan, kekayaan, ketentuan hidup, jiwa dan tubuh. Orang Arab tahu persis bahwa kalimat la ilaha illallah adalah sebuah revolusi terhadap kekuasaan (makhluk) bumi yang telah merampas hak-hak ketuhanan yang paling utama; revolusi terhadap situasi perampasan tersebut; dan upaya-upaya keluar dari kekuasaan-kekuasaan yang mengatur manusia dengan hukum-hukum manusia yang dictator dan tidak berperikemanusiaan itu.
Akan tetapi memperjuangkan kalimat ini tidaklah semudah yang di ucapkan, Nabi Muhammad Saw harus menerima resiko besar yang sangat sulit bahkan menyakitkan dalam menegakkan kalimat ini. Lantas mengapa dakwah harus dimulai dengan kalimat ini?
©Civil Institute

4 tanggapan untuk “TAUHID SEBAGAI MANHAJ HIDUP (2)”