FENOMENA KEBANGKITAN ISLAM: Mungkinkah Dengan Revolusi?

fotoku
SANGAJI FURQAN JURDI

OLEH: SANGAJI FURQAN JURDI

Bagi orang-orang Islam, secara tradisional agama tidak saja universal tetapi juga sentral dalam arti bahwa ia merupakan dasar dan focus yang esensial dari identitas dan loyalitas. Islam adalah agama yang membedakan antara siapa yang berada di dalam kelompoknya dan menandai mereka yang berada diluar kelompoknya. Menandai dalam arti kata bahwa yang non-muslim itu tidak memiliki kedekatan spiritual yang kokoh atau yang disebut dengan ikatan aqidah, meskipun ia bersama-sama hidup dalam satu Negara dengan orang Islam. Tetapi antara antara orang Islam dengan orang Islam dimanapun berada, didunia ini, mereka adalah bersaudara, rasa solidaritas keimanan itu muncul karena ada ikatan kuat yang disebut aqidah dan Persaudaraan Islam.

Setiap muslim bersaudara!!! Itulah yang diungkapkan Rasulullah SAW tentang umatnya. Ini menandakan bahwa kaum muslimin dihendaki untuk bersatu dalam jamaah Islam yang kuat. Bersatu-padu dalam barisan Islam, ikut terlibat dalam urusan sesama kaum muslimin, adalah tugas dari seorang yang mengatakan dirinya sebagai orang Islam. Walaupun kaum muslimin berbeda-beda, baik dari segi pandangan, bahasa, Negara, suku tempat mereka hidup, namun mereka disatukan oleh sejarah, diikatkan oleh satu aqidah, yaitu sejarah dan aqidah Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW.

Kesadaran akan identitas seperti ini mulai bangkit dalam diri kaum muslimin, khususnya di Indonesia. Dua kali kejadian dahsyat yang mencengangkan dunia dengan adanya Aksi Bela Islam yang dilakukan oleh para ulama dan seluruh kaum muslimin, menjadi awal mula kesadaran akan kesatuan dan pentingnya persatuan aqidah. Walaupun tidak sedikit juga tokoh-tokoh Islam Indonesia memiliki perbedaan pandangan dalam hal Aksi Bela Islam itu, Namun kaum muslimin secara mayorita berpendapat bahwa sudah saatnya Islam bersatu untuk bangsa dan Negara.

Beberapa Sebab kebangkitan Islam.
Memang sudah menjadi sunnatullah bahwa semua yang ada di dunia ini tidak akan tetap, melainkan terus berputar seperti berputarnya bumi mengelilingi matahari, namun tetap pada porosnya atau dengan kata lain orientasi dari perputaran itu ialah untuk manusia itu sendiri.

Ada beberapa penyebab bangkitnya

Islam di dunia ini, wa bil khusus di Indonesia. Pertama ialah persoalan internal umat Islam yang semakin hari semakin memperlihatkan sebuah pandangan keagamaan yang sempit, yang berujung pada doktrin yang kaku dan paham yang terselubung. Artinya bahwa umat Islam tidak lagi menjadikan doktrin agama sebagai sebuah konsep hidup yang ideal dan memiliki cita-cita social yang universal, melainkan ditarik dalam ranah kesalehan indivualisme yang kaku. Akhirnya ketika diperhadapkan pada realitas social, konsep Islam seakan-akan “tidak berdaya” menghadapi kondisi dan realitas itu. Hal serupa juga terjadi pada abad 18-19 M yang akhirnya muncul gerakan Pembaharuan Islam mulai dari Ibnu Abdul Wahhab di Nejed, Sayyid Djamaluddin al-Afgani, Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh hingga sampai ke wilayah Nusantara, seperti gerakan Paderi di Sumatera yang dan salah satu tokohnya adalah Teungku Imam Bonjol hingga permunian Islam oleh Ahmad Dahlan di Yogyakarta.

Munculnya gerakan-gerakan pembaharuan Islam ini untuk menjawab kondisi social yang terjadi dalam diri umat Islam sendiri. Gerakan pembaharuan Moderen atau yang disebut sebagai gerakan politik Islam merupakan jawaban dari para pemikir-pemikir Islam untuk menghadapi kemunduran Islam dalam konteks social politik. Para pembaharu itu mengajukan sebuah reformasi system yang telah dipahami secara kaku semenjak pertentangan-pertentangan tajam yang terjadi diakhir masa kekhalifahan. Semangat reformasi agama itu membuahkan hasil yang sangat besar, sehingga menyadarkan kaum muslimin dari tidur lelap yang panjang tersebut.

Kedua, kebangkitan Islam itu akan tiba, ketika kondisi social masyarakat menghadapi berbagai masalah yang rumit akibat perkembangan dinamika social yang melanda umat manusia. Hilangnya kesadaran manusia akan nilai-nilai ketuhanan, menyeret mereka pada perbudakan-perbudakan social yang sangat hegemonic. Fenomena seperti ini adalah neo-jahilianisme, dimana kejahiliyaan itu dibungkus dengan teori-teori modern dan kecanggihan zaman. Tidak sedikit akibat neo-jahilianisme ini manusia menjadi budak-budak kekuasaan. Ilmu dipakai untuk menghancurkan manusia, tekhonologi digunakan untuk mengancam manusia, senjata-senjata pemusnah massal menjadi sebuah benda “jahat” yang menakutkan.

Dalam kondisi yang demikian, kalau semangat spiritual nihil, maka bisa jadi semua alat, semua konsepsi modern itu menjadi malapetaka yang serius bagi manusia. Ilmu-ilmu yang baik pastinya akan dibakar dengan api kekuasaan, senjata-senjata itu akan dipakai untuk mengancam satu sama lain, kekuasaan digunakan untuk membunuh lawan-lawan politik. Sehingga praktis kondisi itu menjadi kondisi yang memprihatinkan.

Ketiga, akhlak dan moralitas, baik penguasa mapun rakyat sama-sama bejatnya. Semua orang bisa melihat semangat individualism yang begitu tinggi menjadikan manusia satu dengan yang lainnya saling menerkam. Atas nama HAM dan kebebasan, semua orang bertindak semau-maunnya, UU dan hukum dibuat untuk melegitimasi kejahatan, moralitas penguasa menurun tajam, system akhlak dalam kehidupan semakin kabur. Dampaknya perilaku immoralitas semakin merajalela, remaja kehilangan masa depan akibat narkoba yang berkembang dalam jumlah yang besar, merusakkan mental anak bangsa, korupsi merajalela yang mengakibatkan kesenjangan social semakin melebar. Banyaknya tempat-tempat pelacuran yang dibangun dengan legitimasi UU, banyaknya siaran-siaran televisi yang tidak memberikan pengajaran kepada generasi muda, menjadi awal hancurnya sebuah bangsa.

Masih belum berakhir disitu masalahnya. Masalah yang paling mendesak lagi adalah munculnya neo-kolonialisme yang begitu kejam dibawah tekanan perdagangan bebas dunia. Penjajahan dalam bentuk ekspoiltasi sumber daya alam, eksploitasi kultur social yang baik, eksploitasi kearifan local menjadi malapetaka yang sangat berbahaya. Akibatnya eksploitasi sumber daya alam menjadikan bangsa mengalami krisis ekonomi yang panjang dan berujung pada hilangnya sumber daya untuk masa depan bangsa tersebut. Eksploitasi dibidang social budaya, budaya local masyarakat menyebabkan sebuah bangsa kehilangan jati-diri dan kearifan local bangsannya sendiri. Sehingga menimbulkan sebuah bangsa yang mengalami krisis ideology dan pandangan hidup. Dan ini bahaya bagi perkembangan bangsa. Tidak menutup kemungkinan terkikisnya nilia-nilai nasional itu menyebabkan, sebagaimana yang dikatakan oleh Kahlil Gibran sebagai kematian sebuah bangsa.

Dalam kondisi yang demikian orang baik yang masih tersisa merasa gundah dan khawatir akan keadaan itu. Muncullah keinginan untuk merubahnya dengan memberikan sebuah semangat baru yang berlandaskan pada semangat keagamaan ditengah hiru-birunya keadaan social masyarakat. hanya dengan semangat keagamaan yang tinggi dan kesadaran social yang arif, yang akan mampu menjawab dinamika itu.

Mungkinkan Sebuah Revolusi?

Revolusi memang menjadi sebuah istilah yang paling menakutkan bagi setiap orang dan setiap bangsa. Revolusi seperti kata pepatah “memakan anaknya sendiri”. Tapi realitas semakin mencekam, apakah kita akan terus membiarkannya? Tentu saja tidak! Relitas itu harus dirubah dengan langkah-langkah yang berkemajuan. Langkah itu bagi kaum muslimin disebut sebagai jihad. Jihad yang harus ditegakkan adalah jihad untuk menegakkan amar ma’ruf dan mencegah kemungkaran, dan pastinnya akan ditentang oleh banyak orang.

Kalau itu jihad maka usaha dan keras harus kita lakukan, dan orang-orang yang anti-Islam akan menuduh sebagai langkah teroris. Lalu mungkinkah revolusi sebagai alat disamping jihad? Dalam hal ini adakah langkah-langkah selain revolusi? Revolusi sebenarnya tidak mengharuskan “anaknya sendiri yang dimakan”, namun revolusi harus dikaji dari segi perubahan teratur yang sedikit agak terdesak untuk segera memperbaiki keadaan yang terjadi. Ulama-ulama harus tampil kedepan, melakukan rekonstruksi ulang terhadap realitas itu dengan satu transformasi nila-nilai yang terkandung didalam al-Quran dan al-Hadits sehingga perubahan itu bukan saja perubahan untuk kemenangan Islam, tapi perubahan itu adalah perubahan untuk kebaikan seluruh umat manusia.

Kenapa harus revolusi? Revolusi merupakan langkah konkrit, dengan ketajaman gerakan dan memiliki arah yaitu kearah perubahan sosial. Revolusi bukanlah tindakan anarkisme dan brutalisme gaya lama. Revolusi Islam adalah revolusi yang menyentuh manusia dari dalam kalbu, yang menyentuh manusia dari kedalaman sanubari, untuk menyadarkan manusia akan tindakan dan sikapnya dalam menghadapi fenomena zaman. Atau kita sebut sebagai revolusi mental. Revolusi sama sekali bukan melahirkan anak yang namanya kehancuran, revolusi adalah untuk mengajak manusia dalam satu keseragaman kata dalam “orasi” dalam satu arah gerakan “demonstrasi” untuk melawan kezaliman, kerakusan dan kepongahan rezim, sehingga tidak terjadi kehancuran.(*)

©Civil Institute

Diterbitkan oleh Pemuda Madani

Corong Pemuda Madani: Literasi Narasi Revolusi

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai