
Kalimat ini sangat penting bagi setiap manusia untuk dijadikan sebagai pegangan hidup, supaya tidak terjadi kekosongan ruhani dan kemiskinan iman. Ada sebuah kisah tentang seorang yang tidak memiliki pegangan hidup ini. Sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad Natsir dalam Tulisannya, tentang kehidupan Profesor Paul Ehrenfest yang telah diceritakan oleh koleganya Prof. Kohnstamm ketika membuka tahun pelajaran baru diNutseminarium yang ia pimpin di Amsterdam. berikut Kisah yang ditulis oleh Pak Natsir:
“…Prof Kohnstamn dimulainja pidato-pembukaannja dengan memperingati seorangkoleganja jang karib, Prof. Paul Ehrenfest, Guru-Besar dalamilmu-fisika jang kebetulan baru meninggal dunia dengan tjarajang amat mengedjutkan dunia wetenschap diwaktu itu.Prof. Ehrenfest amat ditjintai oleh teman sedjawatnja sebagaisahabat jang setia, dihormati dan disajangi oleh peladjar-pelajar sebagaipemimpin dan bapa dalam ilmu jang ia perdalami. Guru-Besar tersebuttelah meninggalkan dunia jang fana ini masuk kealam bakadengan…, membunuh diri, setelah ia membunuh lebih dahulu seorang anaknja jang amat ditjintainja dan tunggal pula.Siapakah jang tidak akan heran, terkedjut dan sedih mendengar peristiwa itu?
Paul Ehrenfest seorang terpeladjar.Seorang intelek dengan-arti jang penuh.Ia berasal dari pamili jang baik-baik. Ia telah, mendapat peladjaran dan didikan jang teratur menurut tjara didikan jang sebaik-baik-nja jang ada ditempat kelahirannja. Otaknja jang amat tadjam itu telah menukik menggali rahasia ilmu jang dapat ditjapai oleh manusia dizamannja pula. Dari seorang jang menerima ilmu, ia telah sampai kepada deradjat seseorang jang mengupas, meretas dan mengarah rahasia-rahasia ilmu pengetahuan jang masih tersembunji dan menjediakan buah penjelidikannja itu untuk dihidangkan kepada dunia luar, kepada orang banjak, dan perangkatan baru jang akan menjambung dan meneruskan pekerdjaannja.
Tak pernah terdengar ia melakukan sesuatu pekerdjaan jang tertjela. Pergaulannja selalu dengan orang baik-baik pula.Achlaknja baik penjajang dan disajangi. Kenapakah sekarang ia melakukan sesuatu perbuatan jang lebih buas dan ganas sifatnja dari perbuatan seorang pendjahat, membunuh anak sendiri, dan setelah itu membunuh dirinja pula?Tentu ada satu rahasia kehidupannja jang tidak diketahui orang luar…!
Dari suatu surat jang ditinggalkannja untuk teman sedjawatnja jang paling rapat, jakni Prof. Kohnstamm itu njatalah, bahwa perbuatan jang menewaskan dua djiwa itu bukan suatu pekerdjaan terburu nafsu, melainkan suatu perbuatan jang telah difikir lama, berasal dari suatu perdjuangan ruhani jang telah mendalam, jang tak dapat diselesaikannja dengan lautan ilmu jang ada padanja itu. Ternjatalah dari surat-nja bahwa mahaguru ini kehilangan ideal, kehilangan tudjuan-hidup!
Didikan jang diterimanja dari ketjil, pergaulannja selama ini dengan orang kelilingnja, telah memberi bekas kepada djiwanja bahwa tak ada jang lain, pokok dan tudjuan hidup jang sebenarnja, selain dari wetenschap. Dikurbankannya segenap tenaganja, ditumpahkannjaseluruh tjita2-nja kepada wetenschap, sampai ia mengindjak tingkatan jang tinggi dalam ilmu-pengetahuan itu.
Tak ada jang- lebih baik dari wetenschap.Ta’k ada jang tersembunjidibelakang wetenschap. Wetenschap diatas dari segalanja…!
Akan tetapi rupanja lambat-laun masih ada hadjat ruhani jangtak dapat dipuaskan dengan wetenschap itu.Semakin lama ia memperdalam ilmu, semakin hilang rasanja tempat berpidjak. Apa jang kemarin masih benar, sekarang sudahtak betul lagi. Apa jang betul sekarang, besok sudah -salah pula.Demikian wetenschap!
Ruhaninja dahaga kepada suatu tempat berpegang jang teguh,satu barang jang absolut, jang mutlak.Tempat menjangkutkanjauh bila ditimpa gelombang kehidupan, tempat bernaung jang teduh,bila datang pantjaroba ruhani.Semua ini tak mungkin diperdapatnja dengan se-mata-mata berpuluhandalil, ratusan aksioma dan hipotese jang diperolehnja denganwetenschap itu.
Ehrenfest mempunjai seorang anak jang amat ditjintainja.Ia harap, bahwa anak inilah jang akan meneruskan pekerdjaannja, menjambung tenaganja jang tentu pada suatu masa akan,habis djuga. Ditjobanja mendidik anaknja’ itu dengan se-sempurna2 didikan.Maklumlah anak seorang profesor.Akan tetapi kenjataan, anak ini tidak pula sempurna otaknja. Sebagai seorang profesor, sudah tak sjak lagi, tidak ia akan membiarkan keadaan anaknja dengan begitu sadja. Uang tjukup pembajar dokter.Kepintaran kedokteran tak kurang pula ditempat kediamannja.Kalau tidak jang dekat, jang djauh mungkin diperhampirnja. Tapi semua itu rupanja tidak berhasil!
Disaat jang demikian itulah rupanja terbit kemasgulan jang tak terderita, timbul putus-asa jang menghantjurkan “iman”.Iri hati melihat orang dikelilingnja jang senantiasa aman dan tenteram sanubarinja. Dapat diamankan dan ditenteramkan walaupun apa malapetaka jang menimpa. Ingin hatinja hendak seperti orang itu, orang jang ada mempunjai tempat bergantung, ada mempunjai satu kejakinan dan pegangan dalam hidupnja, jakni kejakinan jang dinamakan orang “kepertjajaan agama”. Bagi Ehrenfest, ini tidak dapat ditjapainja!
Sebagai pelukiskan bagaimana keadaan batinnja pada waktu itu ia menjatakan dalam salah satu suratnja kepada Prof. Kohnstamm.“jang tak adapada saja, ialah kepertjajaan kepada Tuhan. Agama adalah perlu.Tetapi barang siapa jang tidak mampu memiliki agama, ia mungkinbinasa lantaran itu, jakni bila ia tidak-bisa beragama”.
Ruhnja berkehendak penjembahan kepada Tuhan akan tetapi tidak diperdapatnja. Ia ingin dan rindu hendak mempunjai agama akan tetapi tidak diperolehnya djalan! Ini mendjadi satu azab jang tak terderita olehnja…! Jang amat mengharukan hati sahabat2-nja jang tinggal, ialah “doa”-nja jang paling achir: “Moge Gott denen beistehen, die ich jetzt so heftig verletze” — “Mudah-mudahan Tuhan akan menolongkamu, jang amat aku lukai sekarang ini”![1]
Begitulah gambaran hidup seorang yang memiliki ilmu yang banyak tetapi tidak memiliki iman. Walau bagaimanapun dunia dan kehormatan ia miliki, namun rasa rindu untuk memiliki Tuhan itu tetap akanada. Kalua kita menyadari cerita di atas, akan muncul satu kesimpulan bagi orang yang berpikir dengan akal, bahwa keberadaan manusia sebagai hamba Tuhan dan makhluk ciptaannya tidak bisa memisahkan diri dari ikatan ilahi yang erat itu, sebab hakikat manusia diciptakan untuk menyembah kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh. Maka sangatlah wajar setiap pribadi muslim bersyukur dengan iman dan akalnya, karena memiliki ajaran yang lengkap dari Tuhannya yang menjadi pegangan kuat bagi dirinya sehingga tidak terjerumus dalam kejahatan terhadap diri sendiri maupun orang lain. Semua itu dimulai dari syahadat yang sangat berkonsekuensi.
Baca Juga:
TAUHID SEBAGAI MANHAJ HIDUP (5): Azab Allah Bagi Yang Mengucapkan Tauhid
TAUHID SEBAGAI MANHAJ HIDUP (4) : Azab Allah Bagi Yang Mengucapkan Kalimat Tauhid
Tauhid Sebagai Manhaj Hidup(3)
TAUHID SEBAGAI MANHAJ HIDUP (2)
TAUHID SEBAGAI MANHAJ HIDUP (1)
Penulis punya cerita yang lain untuk memberikan satu pandangan lagi tentang pentingnya tauhid ini. Ini cerita tentang seorang tua yang sehari-hari bekerja sebagai pencari sarang lebah di hutan-hutan dan gunung-gunung. Suatu ketika ia pergi dengan bekal secukupnya untuk mencari sarang lebah. Seperti biasa ia melewati jalan yang seringkali ia lewati. Dia menghafal mati jalan itu. namun tiba-tiba ia merasa jalannya sudah mulai salah. Perasaannya sudah mulai khawatir, muncullah rasa takut yang berlebihan pada dirinya. Padahal ia masih di jalan yang benar dan belum tersesat dari jalan yang sering ia lewati. Namun karena kalangkabut yang berlebihan akhirnya ia bertindak ceroboh dan membuat jalan baru, sehingga ia masuk ke hutan rimba dan nyatanya ia tersesat sedemikian jauh akhirnya dia putus asa.
Coba anda simak cerita di atas dengan cermat, apa kira-kira yang bisa kita petik? Pertama-tama dari cerita di atas kita disungguhkan dengan sebuah kebiasaan tanpa ilmu pengetahuan. Setiap kebiasaan yang tidak dibarengi dengan ilmu pengetahuan akan mengahasilkan kesesatan yang jauh tak terbayangkan. Kedua kesesatan itu akan melahirkan kekalang-kabutan, ketakutan, yang membuat kita bertindak ceroboh tanpa berpikir panjang. Ketiga karena kecerobohan itu akan menghasilkan sebuah kesimpulan yang sangat menyedihkan, yaitu putus asa. Adakah orang yang lebih rugi dari orang yang putus asa dari kesesatannya itu? orang yang tidak mau mencari petunjuk yang telah hilang untuk di pelajari kembali, untuk menerangkan jalan hidupnya.
Maka ilmu pengetahuan itu sangat penting bagi kaum muslimin untuk memahami Islam ini. Karena Islam bukanlah agama keturunan, bukan pula milik ras tertentu, Islam adalah milik semua manusia, sebagai pegangan bagi keselamatan mereka. Maka langkah pertama memahami ajaran Islam ini adalah pengetahuan, supaya iman tidak kosong. Dan iman itu baru memiliki penerang harus dengan ilmu pengetahuan. Sebaliknya orang yang berilmu namun tidak memiliki iman, maka ilmunya itu akan membahayakan dirinya sendiri dan manusia yang lainnya.
Coba kita lihat perkembangan ilmu sekarang, bagaimana umat manusia yang banyak ilmunnya, namun ilmunya itu menjadi alat untuk memusnahkan manusia yang lainnya. Senjata nuklir di buat untuk menakut-nakuti manusia, sehingga tidak ada ketengan dalam hidupnya. Tekhnologi yang di bangga-banggakan malah menjadi alat yang menakutkan. Apa sebabnya? Karena iman sudah tidak ada tinggallah ilmu dan kekezaman yang berdiri kokoh.
Dalam kondisi yang demikian sudah sepatutnya kaum muslimin memahami doktrin dari iman ini, untuk mencapai kehidupan yang selamat (islam) dengan ikhlas. Tauhid menghendaki ilmu dan ilmu menghendaki adanya iman. Itulah konsep hidup dan petunjuk jalan yang benar.
[1] Muhammad Natsir, Capita Selecta Jilid I, cetakan ke 2, Penerbitan Sumup Bandung 1961, dikasih Nomor halaman olehwww.itsar.co.id page 108-110
©Civil Institute
