
Oleh Hikmah Hasan*
Pada masa sekarang antara Politik dan hukum merupakan salah satu kesatuan unsur yang tidak dapat di pisahkan antara satu dengan yang lainya. Hubungan kausalitas antara politik dan hukum sebagai Sub system kemasyarakatan disebut-sebut hukum sebagai produk politik. Dari pendekatan lapangan hal itu merupakan suatu aksioma yang tak dapat di tawar lagi. tetapi ada juga para yuris yang lebih percaya dengan semacam Mitos bahwa politiklah yang harus tunduk pada aturan hukum. Inipun, sebagai das sollen, tak dapat disalahkan begitu saja. Bahwa hukum adalah produk politik sehingga keadaan politik tentunya akan melahirkan hukum dengan karakter tertentu pula.
Untuk melihat kembali kenyataan harmonisasi antara hukum dan politik tentunya dalam hal ini, penulis ingin mengajak para membaca untuk terus menggelitik kembali terkait terciumnya bau-bau politik praktis dilapangan yang terus mengacam mentalitas anak menjadi tidak baik. tulisan ini tidaklah selalu menggoda para pembaca untuk selalu berteriak lantang, jika menemukan terjadinya kesalahan dalam berpolitik namun ada baiknya kita mengajak semua pihak mengenalkan kembali bagaimana dampak dari politik praktis itu sendiri.
Berpolitik praktis tidak bisa dilepaskan dengan nilai-nilai dan norma hukum sebagai pedoman dalam berpolitik dan sebagai bingkai menyelesaikan beragam problematika berpolitik yang akan selalu mengiringi kiprah politik dan perilaku politik. Oleh sebab itu kedudukan nilai-nilai dan norma hukum harus dilengkapi dengan penormaan dan politik hukum yang tegas dan mencakup substansi pembentukan peraturan perundang-undangannya atau law making process, penerapannya atau implementation, dan penegakan hukumnya atau law of enforcement.
Terhadap banyaknya pelanggaran hukum pelibatan anak dalam politik praktis adalah dikarenakan masyarakat kurang tahu, barangkali model sosialisasi hak anak perlu dievaluasi, tetapi jika secara institusi semua Partai Politik sudah mendapatkan peringatan “warning” dari berbagai pihak terutama pemerhati perlindungan anak seperti KPAI, sejatinya bisa dikategorikan sebagai “pembangkangan” dan itu merupakan pelanggaran hak anak berat, karena sangat berbahaya bagi psikologis dan mental anak baik dalam waktu terbatas maupun berkelanjutan.
Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, penyalahgunaan anak dalam kampanye Pemilu melanggar hak anak. Terlebih dalam UU No. 10/2008 pasal 84 ayat 2 huruf j tentang kampanye menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan kampanye dilarang mengikutsertakan warga negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih. Klausul “warga negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih” masih bersifat umum. Bisa saja karena alasan tidak terdaftar, seseorang tidak memiliki hak pilih. Namun sejatinya anak-anak khususnya di bawah 17 tahun merupakan warga negara yang tidak memiliki hak pilih yang berarti bisa dikategorikan masuk dalam klausul tersebut.
“Sigmund Freud dan Erik Erikson.(Teori Tentang Anak) beliau menyatakan bahwa kepribadian seseorang dapat terpengaruh dari masalah pada alam bawah sadar. Secara tidak langsung, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi kehidupan di masa selanjutnya.”
Artinya bahwa pengatahuan anak bergantung sungguh pada masalah alam bawah sadar mereka, dan biasanya anak sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh interaksi sosial misalnya apa yang menjadi perkataan orang dewasa itulah yang akan di lakukan, dan akan menjadi kebiasaanya sepanjang hal tersebut tidak dibenarkan. di sisi lain Anak adalah bagian dari komponen bangsa yang sebelumnya ramai dibicarakan sebagai generasi penerus bangsa.
Anak yang seharusnya dilindungi dari penyalahgunaan kegiatan politik justru sering terabaikan dengan berbagai alasan, semua pihak lebih fokus memikirkan bagaimana jalannya pemilu bisa berjalan aman, lancar dan tertib tanpa ada gangguan kemanan maupun kecurangan dalam pelaksanaannya, ketimbang hanya mengurusi anak-anak yang ikut dalam kegiatan politik praktis. Maka dengan itu pentingnya bagi kita semua supaya jangan melibatkan anak dalam urusan kampange politik sebab dalam urusan politik anak tidaklah dapat di libatkan sebagaimana yang telah dijelaskan.
Maka dengan permasalahan ini kesimpulan yang dapat penulis sampaikan sebagai berikut:
Pertama: sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa pelibatan anak dalam urusan politik merupakan suatu hal yang terlarang bagi hukum dan kemanusian sebab anak adalah generasi bangsa yang akan melanjudkan tongkat esfatet kemimpinan anak dimasa yang akan datang. anak harus terlindungi dari urusan yang bersifat mengganggu sikologis serta mentalitas anak, apalagi urusan politik yang pada dasarnya adalah urusan orang-orang yang punya hak pilih seacara konstitusional.
Kedua: Terhadap banyaknya pelanggaran hukum pelibatan anak dalam politik praktis adalah dikarenakan masyarakat kurang tahu, barangkali model sosialisasi hak anak perlu dievaluasi, tetapi jika secara institusi semua Partai Politik sudah mendapatkan peringatan “warning” dari berbagai pihak terutama pemerhati perlindungan anak seperti KPAI, sejatinya bisa dikategorikan sebagai “pembangkangan” dan itu merupakan pelanggaran hak anak berat, karena sangat berbahaya bagi psikologis dan mental anak baik dalam waktu terbatas maupun berkelanjutan.
*Penulis Adalah Mahasiswa Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
©CivilInstitute
