
Oleh: Furqan Jurdi*
Beberapa kali saya dipanggil dengan panggilan yang mulia itu, karena dulu saya sering menjadi khatib. Beberapa kali saya mengisi mimbar jumat, di Bima dan Makassar. Itu periode 2013-2016
Pernah tiga kali saya disebut sebagai al-ustadz Al-MUKARRAM, hingga saya mengambil inisiatif, untuk memberitahu kepada MC untuk menyebut Saudara, Adinda, atau anakda saja, jangan panggil Al-ustadz.
Dalam intensitas dakwah itu, saya juga sering mengisi kajian Keislaman diberbagai forum kemahasiswaan.
Seperti kebiasaan saya, sebelum membawa kajian, ceramah dan khutbah, saya selalu membaca beberapa buku sebagai sumber otoritatif saya berargumen, disamping sumber-sumber pendukung.
Dari hasil bacaan itu, saya membuat suatu ringkasan kecil beberapa nomor supaya ketika saya memberikan materi tidak lupa apa yang ingin disampaikan.
Dari materi-materi itu, saya tulis banyak hal, dan saya lengkapi dengan argumentasi-argumentasi tokoh-tokoh Islam yang paling populer dalam kajian manhaj gerakan Islam.
Saya banyak tertarik dengan penjelasan Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim, Ibnu Hazm, Al-Maududi, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Fazlur Rahman, Syed Ameer Ali, Sayyid Qutb, Hassan Al-Banna, Ibnu Abdul Wahhab, M.Natsir, H. Agus Salim, Buya Hamka Ali Syariati, dan pemikir-pemikir lainnya, termasuk penulis2 sejarah peradaban Islam.
Meskipun beberapa nama yang saya sebutkan, “dicap” sebagai sumber paham terorisme, tetapi saya menemukan satu pembahasan Ajaran Islam yang murni dan rasional.
Saya tidak pernah terjebak dalam “radikalisme” dan “fundamentalisme” Islam yang dianggap sebagai paham yang intoleran.
Padahal saya membaca buku-buku yang dianggap sebagai “paham yang tidak pernah kompromi” dalam Islam. Kesimpulan itu, setelah saya renungkan, adalah kesimpulan dari orang yang tidak pernah membaca buku-buku itu.
Saya juga mengkonsumsi tulisan-tulisan pemikir-pemikir Islam Syiah di Iran, dan saya tidak pernah tertarik menjadi syiah. Pernah satu kali, saya dilarang membaca buku-buku itu oleh senior saya. Dia sendiri tidak pernah membacanya.
Tetapi saya bukan orang yang mudah menerima pendapat dan kesimpulan orang yang tidak mengerti. Bukankah dengan membaca buku yang berbeda dengan pikiran kita, kita bisa mengetahui letak perbedaan dan titik persamaannya? Kenapa langsung kita cepat memvonis? Inilah bahayanya terjebak dalam dogma.
Dan buku ini, adalah buku yang lama sekali saya tulis, yang saya kumpulkan dari kajian saya dan saya perkuat dengan referensi-referensi yang otoritatif.
Diantaranya yang menyaksikan saya menyusun buku ini, adalah, Rifaid Majid, Nur Azizah, Ahmad Khan, Hizbul Wathan, dan beberapa adik-adik saya yang lain.
Saya membaca dan menulis hampir setiap malam untuk melengkapi bahan kajian itu supaya bisa menjadi buku. Dan rampung pada akhir 2016. Saya simpan saja, karena ini terlalu cepat bagi saya membahasnya.
Tetapi Karena keinginan untuk menerbitkannya sebagai bahan koreksi diri, maka saya meminta Mas Eko untuk menerbitkan terbatas untuk diberikan kepada beberapa orang guna menjadi kajian dan diperbaiki lagi.
Demikianlah buku ini, bukan untuk umum, tetapi untuk beberapa orang yang perlu untuk mengoreksinya…
Furqan Jurdi
Rabu 15 Mei 2019
*Penulis Adalah Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan Ketua Komunitas Pemuda Madani
