PERGOLAKAN SEBUAH NEGARA

Sangaji Furqan Jurdi
Direktur Eksekutif Civil Institute20160912_073114-1

Bangsa kita tiada henti-hentinya didera berbagai kekerasan, mulai dari kekerasan yang menelan korban, seperti terorisme, kerusuhan sosial, konflik agama, sampai kekerasan di sekolah dan di dalam rumah tangga. Beragam kekerasan tersebut memiliki sebab yang berbeda-beda. Terorisme misalnya, para pelaku sering memberi alasan teologis maupun didasari semangat perlawanan terhadap dominasi kekuatan global yang menindas kelompok tertentu.
Kekerasan yang muncul atas nama agama merupakan sebuah ilustrasi dari kekecewaan sosial yang muncul akibat masalah pekerjaan, masalah ketidakadilan, sama sekali bukan karena kaitannya dengan agama. Semua itu merupakan gerakan sosial yang terjadi akibat humpitnya masalah ekonomi dan susahnya mencari pekerjaan, dan rasa keadilan yang belum tercapai. ironisnya Negara tidak memberikan jawaban konkrit dalam masalah tersebut.
Gerakan radikalisme, anarkisme dan berbagai macam bentuk serupan sama sekali tidak ada hubungannya dengan konservatisme agama, ataupun fundamentalisme agama. Istilah radikalisme atas nama agama adalah pemberian label yang sama-sekali tidak memberikan kebenaran yang nyata. Sebab istilah radikalisme itu berkaitan dengan kondisi dan tekanan sosial akibat hegemoni suatu kekuatan tertentu dalam konteks kekuasaan politik, baik itu skala nasional, regional, maupun internasional.
Islam secara khusus tidak mengenal istilah terorisme, karena Istilah terorisme itu muncul dari gerakan perlawanan orang Irlandia Utara yang beragama Kristen Katolik dalam melawan dominasi Inggris Angelik. Sama sekali terorisme bukan dari Islam. Tapi karena adanya beberapa gerakan Islam yang sulit dibuktikan bahwa itu murni dari agama Islam, maka setiap kali tindakan terorisme dan berbagaimacam kekacauan atas nama agama maka Islamlah yang dipojokkan. Walaupun itu adalah hasil propaganda politik internasional, yang penting terjadi dalam wilayah Islam.
Namun kita lupa bahwa himpitnya kondisi ekonomi, susahnya mencari pekerjaan, kemudian diperparah oleh lingkungan yang tidak memadai, akan menjadi pemicu kondisi ketidakstabilan bangsa. Kita bisa lihat, demokrasi yang hanya dikuasai oleh tangan-tangan besi, hukum hanya menjadi permainan, “tumpul ke atas tajam ke bawah”, sumber daya alam dikuasai oleh asing, kesejahteraan rakyat hanyalah mimpi kosong, kondisi ekonomi yang semakin sulit, rakyat merintih pemerintah tuli, kehancuran lingkungan pemerintah buta, semua itu awal yang buruk bagi sebuah kekuasaan.
Belum lagi penggusuran terjadi dimana-mana, dengan alasan ruang terbuka hijau rumah-rumah warga digusur, warga diusir dari kehidupannya, yang menjadi tempat kenangan indah diwaktu kecilnya. Laut tempat mereka mencari nafkah dan berekreasi untuk melihat keindahan alam ditimbun, uang Negara yang dihasilkan dari pajak mereka dirampok dengan tangan kekuasaan. Sementara itu barang impor semakin menjajah mereka, hasil usaha mereka tidak dihargai akibat derasnya impor dari luar negeri, sumber daya alam dikuasai oleh orang lain, tanah mereka sudah dimiliki oleh orang bangsa lain dan mereka kini menjadi orang asing di Negara-nya sendiri.
Di tambah lagi, pemerintah tidak mampu memberikan keteladanan kepada masyarakat, mulai dari presiden, menteri, gubernur, bupati, walikota, politisi, mereka lebih banyak mencari keuntungan sendiri dan mengais rezeki dengan jabatan dan kewenangannya. Jabatan yang disandang bukan lagi amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada public, melainkan telah direduksi sebagai kesempatan untuk mencari untung demi kemewahan mereka sendiri.
Dalam keadaan demikian rakyat yang kelaparan dimana-mana, angka kemiskinan melonjak naik, harga kebutuhan pokok sulit terjangkau, sementara rakyat meronta meminta perlindungan Negara. Ironisnya pejabat public dan orang kaya hanya sibuk menghabiskan uang banyak untuk berfoya-foya, dan tidak jarang mereka melucuti yang bukan haknya. Dalam kondisi demikian kekerasan bisa saja muncul sebagai bentuk pelarian atas kondisi yang menimpanya, bisa diarahkan ke agama, bisa juga dengan bunuh diri dan lain sebagainya. Dalam kepungan kekerasan seperti itu banyak saudara kita yang putus asa sehingga meledak kekerasan ditubuh mereka.
Sebenarnya bernegara bukanlah beban bagi setiap manusia, melainkan sebagai solusi bagi mereka sendiri, karena hakikat manusia itu adalah “zoon politicon” dimana mereka suka bersama, walaupun kehidupan bersama itu memerlukan perjanjian sosial atau dalam istilah Rosseau sebagai “kontrak Sosial”, yang memberikan batasan-batasan tertentu dalam mengambil langkah dan tindakan, maka dirumuskanlah dalam satu kaidah hukum bersama.
Akan tetapi konsep ideal yang menjadi cita-cita bersama tersebut, menjadi “malapetaka kolektif” apabila seorang yang diberi mandate untuk memimpin berlaku tidak adil. Mementingkan nafsu kuasanya sendiri, bermain-main dengan penderitaan rakyat banyak, dan tidak memperhatikan rasa keadilan sosial. Kekuasaan yang seperti ini akan menciptakan kekacauan sosial dan ketidakstabilan dalam negaranya sendiri.
Sehingga membanjirlah gerakan protes dan berbagaimacam bentuk kekerasan yang Negara sendiri secara tidak langsung telah membuatnya. Inilah dominasi dan hegemoni kekuasaan yang sering disemangati oleh energy keburukan. Kecenderungan dominasi dan menyingkirkan siapapun dengan berapapun harga dan dengan cara apapun. Sebaliknya mempertahankan keburukan mereka, seburuk apapun tetap dicarikan cara untuk mempertahankannya. Seperti kasus Ahok yang baru-baru ini terjadi, merupakan bentuk nyata dari dominasi kekuasaan untuk melindunginya, sehingga keinginan rakyat dan orang banyak tidak akan dihiraukan demi untuk mempertahankan kejahatan yang telah lama dirawat oleh mereka yang memegang kekuasaan.
Kejorokan sebuah rezim, seperti Ahok itu memang akan menghasilkan protes sosial yang besar, dan kalau protes ini tidak dikelola dengan baik, atau malah tidak di indahkan tidak menutup kemungkinan akan terjadi gerakan besar yang berskala nasional untuk menuntut pemerintah yang sedang berkuasa. Inilah bahayanya kalau tuntutan dan keinginan yang didasari oleh dorongan batin tidak diterima, bisa jadi akan ada seruan “jihad” dalam makna yang lebih keras. Namun kita tetap berharap bahwa kasus ini selesai dengan damai.
Pemerintah harus segera mengambil langkah berani untuk menyelesaikan masalah-masalah bangsa ini, supaya kondisi kakacauan sosial dan kepedihan ekonomi ini bisa diatasi dengan baik. Negara ini harus menjadi Negara yang “baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur” dan pemerintah Indonesia harus menjadi contoh teladan bagi rakyatnya sendiri, dan juga seluruh dunia.
Sudah saatnya Pemerintah harus segera mengambil langkah konkrit, bukan lagi sibuk dengan gonta-ganti Kabinet, bukan lagi sibuk senyum kiri-kanan di layar televisi, bukan lagi sibuk pencitraan. Saatnya pemerintah hadir untuk memberikan solusi terbaik bagi bangsa ini, supaya Indonesia betul-betul bisa mandiri dibidang ekonomi, berwibawa di bidang politik, kuat di bidang petahanan dan mampu menjadi Negara yang adil, makmur, dan sejahtera untuk masyarakatnya sehingga cita-cita nasional kita terwujud.(*)

#Pernah dimuat dalam Koran Harian Amanah Jakarta.

Diterbitkan oleh Pemuda Madani

Corong Pemuda Madani: Literasi Narasi Revolusi

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai